Meraih Pahala Haji dan Umroh Melalui Shalat Isyroq
Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Sedikit di antara kita yang mengetahui shalat yang
satu ini. Shalat ini dikenal dengan shalat isyroq. Shalat isyroq
sebenarnya termasuk shalat Dhuha, namun dikerjakan di awal waktu. Simak
penjelasannya berikut ini.
Asal Penamaan Shalat Isyroq
Penyebutan shalat ini dengan shalat isyraq berdasarkan penamaan sahabat Ibnu ‘Abbas.
Dari ‘Abdullah bin Al Harits, ia berkata,
أن
ابن عباس كان لا يصلي الضحى حتى أدخلناه على أم هانئ فقلت لها : أخبري ابن
عباس بما أخبرتينا به ، فقالت أم هانئ : « دخل رسول الله صلى الله عليه
وسلم في بيتي فصلى صلاة الضحى ثمان ركعات » فخرج ابن عباس ، وهو يقول : «
لقد قرأت ما بين اللوحين فما عرفت صلاة الإشراق إلا الساعة » ( يسبحن
بالعشي والإشراق) ، ثم قال ابن عباس : « هذه صلاة الإشراق »
Ibnu ‘Abbas pernah tidak shalat Dhuha sampai-sampai
kami menanyakan beliau pada Ummi Hani, aku mengatakan pada Ummi Hani,
“Kabarilah mengenai Ibnu ‘Abbas.” Kemudian Ummu Hani mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Dhuha
di rumahku sebanyak 8 raka’at.” Kemudian Ibnu ‘Abbas keluar, lalu ia
mengatakan, “Aku telah membaca antara dua sisi mushaf, aku tidaklah
mengenal shalat isyroq kecuali sesaat.” (Allah berfirman yang artinya),
“Mereka pun bertasbih di petang dan waktu isyroq (waktu pagi).”1 Ibnu ‘Abbas menyebut shalat ini dengan SHALAT ISYROQ.2
Keutamaan Shalat Isyroq
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى
يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ
تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan
berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai
melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang
yang berhaji atau berumroh secara sempurna.”3
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ
كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara
berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari
terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.”4
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Isyroq
-
Shalat isyroq dilakukan sebanyak dua raka’at. Gerakan dan bacaannya sama dengan shalat-shalat lainnya.
-
Berdasarkan hadits-hadits yang telah dikemukakan, shalat isyroq disyariatkan bagi orang yang melaksanakan shalat jama’ah shubuh di masjid lalu ia berdiam untuk berdzikir hingga matahari terbit, lalu ia melaksanakan shalat isyroq dua raka’at.
-
Ketika berdiam di masjid dianjurkan untuk berdzikir. Dzikir di sini bentuknya umum, bisa dengan membaca Al Qur’an,membaca dzikir, atau lebih khusus lagi membaca dzikir pagi.
-
Waktu shalat isyroq sebagaimana waktu dimulainya shalat Dhuha yaitu mulai matahari setinggi tombak, sekitar 15-20 menit setelah matahari terbit. Hal ini sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin5 dan Al Lajnah Ad Daimah6 mengenai pengertian matahari setingi tombak.
Faedah Berharga Lainnya dari Hadits di atas
# Dalam hadits yang telah disebutkan terdapat dorongan untuk melaksanakan shalat jama’ah shubuh di masjid.
# Dianjurkan memanfaatkan waktu pagi untuk ibadah
dan bukan diisi dengan malas-malasan seperti kebiasaan sebagian muslim
yang malah mengisi waktu selepas shubuh dengan tidur pagi. Sungguh
sia-sia waktu jika digunakan seperti itu.
# Dianjurkan berdiam setelah shalat shubuh untuk berdzikir hingga matahari terbit sebagaimana hal ini dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
An Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul ‘Keutamaan tidak beranjak dari tempat shalat setelah shalat shubuh dan keutamaan masjid’. Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in –Simak bin Harb-. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya kepada Jabir bin Samuroh,
أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”
Jabir menjawab,
نَعَمْ
كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ
الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ
الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ
الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
“Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya
tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh hingga
terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dulu para sahabat biasa
berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka
tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum
saja.”7
# Dianjurkan berdzikir setelah shalat shubuh, bisa dengan membaca Al Qur’an atau membaca dzikir pagi.
# Keutamaan mmengerjakan shalat isyroq dua raka’at
adalah mendapatkan pahala haji dan umroh. Akan tetapi shalat ini tidak
bisa menggantikan ibadah haji dan umroh, namun hanya sama dalam pahala
dan balasan saja.
Semoga bermanfaat dan semoga Allah menolong kita
menghidupkan sunnah yang mulia ini. Segala puji bagi Allah yang dengan
nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber :
Artikel https://rumaysho.com
Diselesaikan di waktu Ashar, 28 Muharram 1431 H di Wisma MTI, sekretariat YPIA, Pogung Kidul
Footnote:
1 QS. Shad: 18
2 HR. Al Hakim. Syaikh Bazmoul dalam Bughyatul Mutathowwi’ mengatakan bahwa atsar ini hasan ligoirihi (hasan dilihat dari jalur lainnya).
3 HR. Thobroni. Syaikh Al Albani dalam Shahih Targhib (469) mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).
4 HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
5 Lihat Syarh Al Arba’in An
Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,hal. 289, Daruts
Tsaroya, cetakan pertama, tahun 1424 H.
6 Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah no. 19285, 23/423, Darul Ifta’.
7 HR. Muslim no. 670.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar