Rabu, 30 November 2016

Memasuki Kota Mekkah

Tatkala anda memasuki kota Mekkah, maka rasakanlah kehormatan dan keagungannya. Disinilah tempat diturunkannya wahyu Allah, kiblat dunia, serta kota yang penuh dengan kedamaian dan keamanan.


Di kota Mekkah inilah dilahirkan makhluk yang paling mulia. Disini juga terdapat air zam-zam, yakni sebaik-baiknya air di muka bumi. Serta terdapat Hajar Aswad yang berasal dari surga.


Karena kesuciannya, di kota Mekkah tidak ada agama selain Islam. Ia tidak boleh dimasuki non muslim. Ia adalah sebaik-baik kota di muka bumi yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya.


Di antara sekian kemuliaan kota Mekkah di sisi Allah, bahwa niat seseorang untuk bermaksiat di dalamnya akan menghantarkan dirinya kepada azab Allah. Tidak diperkenankan membawa senjata di dalamnya (kecuali karena terpaksa). Diharamkan binatang buruannya bagi seluruh manusia, bahkan tidak boleh menghalau binatang buruan tersebut, dan tidak boleh menebang pepohonannya.
Dajjal akan memasuki seluruh negeri kecuali Mekkah.

Mari kunjungi kota Mekkah bersama kami Farnaz Tour yang Alhamdulillah telah membawa ribuan jamaah. Kenyamanan dan kualitas adalah prioritas kami.

hubungi kami di :

061 787 5989 atau 08116001740

Sumber : 

Aku Rindu Naik Haji, DR. Khalid Abu Syadi 

Minggu, 13 November 2016

Promo Mount Titliss Di Swiss


TITLIS adalah nama gunung di gugusan Pegunungan Alpen di Swiss dengan ketinggian 3.020 meter di atas permukaan laut. Titlis adalah mutiara di mahkota Swiss, dan satu-satunya ”glacier” yang dapat diakses masyarakat umum. Ketika berada di puncak gunung bersalju ini, kita dapat menikmati panorama menakjubkan. Hamparan salju melapisi puncak gunung tersebut.



Pengunjung yang akan menikmati panorama salju di puncak Gunung Titlis harus naik cable car dari Engelberg, desa di lembah Pegunungan Alpen. Turis yang mengunjungi negara Swiss pada umumnya diajak operator perjalanan wisata ke Gunung Titlis, selain ke kota tua Lucerne.

Upaya Pemerintah Swiss menjadikan puncak Gunung Titlis yang selalu ditutupi salju itu sebagai destinasi wisata dimulai sejak satu abad yang lalu.

Gunung bersalju tampaknya menjadi destinasi wisata menarik bagi wisatawan atau bagi sahabat farnaz yang hidup di negeri tropis.

Pesan Paket Liburan anda dengan kami di :

061-787 5989 / 08116001740

Senin, 10 Oktober 2016

Bolehkah Puasa 10 Muharram (Asyura) Tanpa Puasa Tanggal 9?

Puasa Tanggal 9 (Tasu’ah) dan 10 Muharram (Asyura)




Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah) sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134).
Hukum Puasa Tanggal 10 (Asyura) Sehari Saja
Ulama Hanafiyah menegaskan bahwa makruh hukumnya jika berpuasa pada tanggal 10 saja dan tidak diikutsertakan dengan tanggal 9 Muharram atau tidak diikutkan dengan puasa tanggal 11-nya. Sedangakan ulama Hambali tidak menganggap makruh jika berpuasa tanggal 10 saja. Sebagaimana pendapat ini menjadi pendapat dalam madzhab Imam Malik. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 90.
Disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.
Apa hikmah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah melanjutkan penjelasannya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 15.
Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat sunnahnya berpuasa pada tanggal 11 bagi yang tidak sempat berpuasa tanggal sembilannya. Bahkan disebutkan oleh Asy Syarbini Al Khotib, Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Imla’ mengatakan bahwa disunnahkan berpuasa tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10 dan 11 Muharram.
Kesimpulannya, tidaklah makruh melaksanakan puasa Asyura saja yaitu tanggal 10 tanpa diiringi tanggal 9. Namun lebih baiknya dua hari tersebut digabungkan untuk menyelisihi orang Yahudi. Jika tidak sempat tanggal 9 dan 10, maka bisa memilih tanggal 10 dan 11 untuk berpuasa. Karena tujuannya sama, agar puasa Asyura tersebut tidak menyerupai puasa orang Yahudi.Wallahu a’lam.
Ya Allah, mudahkanlah kami dalam beramal shalih. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Sumber : 
https://rumaysho.com/3751-bolehkah-puasa-10-muharram-asyura-tanpa-puasa-tanggal-9.html
www.kabarmakkah.com

Senin, 26 September 2016

KEDUDUKAN MASJID AL-AQSHA MENURUT AL-QUR’AN DAN AL-HADITS



Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Surat Al-Isra ayat pertama yang berbunyi:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya : “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang diberkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkantanda-tanda kekuasaan Kami, bahwasanya Dia itu Maha Mendengar dan Maha Melihat“. (Q.S. Al-Isra / 17 : 1).
Berdasarkan ayat tersebut, Allah menempatkan Kedudukan Masjid Al-Aqsha sebagai :
1) Nama yang diberikan langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2) Merupakan tempat singgah Isra Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
3) Merupakan tempat yang diberkahi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Selain ketiga kedudukan tersebut, Masjid Al-Aqsha juga menjadi bagian dari agama Islam, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yakni :
1) Masjid Al-Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam
Masjid Al-Aqsha di Palestina adalah kiblat pertama umat Islam, sebelum Allah Subhanahu Wa Ta’alamemerintahkan mengubah arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha Palestina ke Masjid Al-Haram di Mekkah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menunaikan shalat menghadap Masjid Al-Aqsha sewaktu berada di Mekkah sebelum Hijrah hingga hijrah ke Madinah, dalam kurun waktu 16 bulan. Kemudian atas perintah AllahSubhanahu Wa Ta’ala beliau shalat menghadap Ka’bah (Masjid Al-Haram) di Mekkah.
Di dalam hadits disebutkan sebagai berikut :
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا حَتَّى نَزَلَتْ الْآيَةُ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ…
Artinya : Dari Al-Bara bin ‘Azib berkata, “Saya shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas bulan, sampai turun ayat di dalam Surah Al-Baqarah WAHAITSU MA KUNTUM FAWALLAU WUJUHAKUM SYATROH…” (H.R. Bukhari).
Ayat di dalam Surah Al-Baqarah yang dimaksud adalah ayat 144 yaitu :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah / 2 : 144).
Bukti peninggalan adanya peralihan kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram, terbukti dengan adanya Masjid Qiblatain di Madinah. Masjid Qiblatain merupakan masjid tempat di mana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menerima perintah pemindahan arah kiblat itu. Maka disebut Masjid Qiblatain artinya masjid dua kiblat.
2) Masjid Al-Aqsha adalah Bangunan Kedua yang Diletakkan Allah di Bumi
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Artinya : “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Al-Masjid Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian Al-Masjid Al-Aqsha”. Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis” . Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh tahun”. (H.R. Ahmad dari Abu Dzar).
Pondasi Masjid Al-Aqsha diletakkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Dalam kurun waktu sekian lama, bangunan itu rusak dan runtuh dimakan waktu. Areal tanah sekitar Masjid Al-Aqsha juga termasuk ke dalam kawasan masjid tersebut. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam shalat di tanah itu, bagian Masjid Al-Aqsha.
Ibnul Qayyim Al-Jauzy menyebutkan, Masjid Al-Aqsha dibangun kembali di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, yakni Nabi Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘Alaihis Salam. Keturunan berikutnya, Nabi Daud bin Ya’qub ‘Alaihis Salam membangun ulang masjid itu. Bangunan Masjid Al-Aqsha diperbaharui oleh putera Nabi Dawud ‘Alaihis Salam, yakni Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam. Mereka para nabi utusan Allah membangun kembali Masjid Al-Aqsha adalah untuk tempat ibadah mendirikan shalat di dalamnya, bukan mendirikan kuil sinagog seperti klaim Zionis Yahudi.
3) Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat Ziarah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah
Tentang anjuran yang sangat untuk berziarah Masjid Al-Aqsha disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ
Artinya : “Tidak dikerahkan melakukan suatu perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)”. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Dengan dasar hadits ini, Masjid Al-Aqsha merupakan tempat kunjungan yang mulia. Maka sangat dianjurkan untuk berziarah ke sana, shalat di dalamnya, dan mengetahui secara mendalam tentangnya.
Begitu mulianya berziarah ke masjid Al-Aqsha tersebut, hampir seluruh sahabat utama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berkunjung ke sana. Beberapa di antaranya yaitu Umar bin Khattab saat menjadi Khalifah, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Umar, Abdullah bin ‘Abbas, Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu’az bin Jabbal, Bilal bin Rabbah, Khalid bin Walid, Abu Dzar Al-Ghiffari, Salman Al-Farisi, Abu Darda, Abu Mas’ud Al-Anshari, Amr bin ‘Ash, Abdullah bin Salam, Said bin Zaid, Murrah bin Ka’ab, Abdullah bim Amr bin Ash, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Auf bin Malik, Ubadah bin Shamit, Sa’id bin Al-Ash, dan Shafiyah isteri Rasulullah.
Demikian pula kalangan ulama dari kalangan tabi’in dan tokoh-tokoh ahli fiqih terkenal pernah berziarah ke Masjid Al-Aqsha, di antaranya Imam Asy-Syafi’i, Imam Al-Ghazali, Sufyan Ats-Tsauri, Rabi’ah Al-Adawiyah, Malik bin Dinar, Uwais Al-Qaruj, Imam Al-Auza’i, Muqatil bin Sufyan, Tsauban bin Yamrad, Dzum Num Al-Misri, Abdul Wahid Al-Hambali, Imam Abu Bakar Al-Thurthutsi, Imam Abu Bakar Al-‘Arabi, Abu Bakar Al-Jurjani, Abu Al-Hasan Al-Zuhri, dan yang lainnya.
4) Keutamaan Pahala Shalat di Masjid Al-Aqsha
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan pahala shalat di Masjid Al-Aqsha. Ada yang menyebutkan 1.000 kali, 500 kali, dan 250 kali lebih baik daripada shalat di masjid lain, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Hadits yang menyebutkan shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 1.000 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :
أَنَّ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Artinya : “Sesunggunya Maimunah pembantu Nabi berkata, “Ya Nabiyallah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis”. Maka Rasulullah menjawab, “Bumi tempat bertebaran dan tempat berkumpul. Datangilah ia, maka shalatlah di dalamnya, karena sesungguhnya shalat di dalamnya seperti seribu kali shalat dari shalat di tempat lain”. (HR Ahmad).
Hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 500 kali dibandingkan shalat di masjid lain berasal dari Abu Dzar, yaitu :
الصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة، والصلاة في مسجدي، بألف صلاة، والصلاة في بيت المقدس بخمسمائة صلاة
Artinya : ”Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali lipat daripada sholat di masjid-masjid lainnya. Sholat di Masjid Nabawi lebih utama seribu kali lipat. Dan sholat di Masjidil Aqsha lebih utama lima ratus kali lipat.” (HR Ahmad dari Abu Darda).
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 250 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :
تَذَاكَرْنَا وَ نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَيُّهُمَا أَفْضَلُ, مَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أو مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : صلاة في مَسْجِدِيْ هذا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَ لَنِعْمَ الْمُصَلَّى وَ لَيُوُشِكَنَّ أَنْ لاَ يَكُوْنَ لِلَّرَجُلِ مِثْلُ شَطَنِ فَرَسِهِ مِنَ اْلأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيْعًا أَوْ قَالَ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا .
Artinya : “Kami saling bertukar pikiran tentang mana yang lebih utama, masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau Baitul Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya dari tempat itu terlihat Baitul Maqdis lebih baik baginya dari dunia seluruhnya”, atau ,”lebih baik dari dunia seisinya”. (HR Ath-Thabrani dan Al-Hakim).
Bahkan pada hadits lain disebutkan, bahwa siapa yang shalat di Masjid Al-Aqsha (Baitul Maqdis), Allah berkenan mengampuni dosa-dosanya sebagaimana bayi dilahirkan.
أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – خِلَالاً ثَلَاثَةً؛ سَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – : حُكْماً يُصَادِفُ حُكْمَهُ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – مُلْكاً لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – حِيْنَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إلَّا الصَّلَاةُ فِيْهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِي رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُوْنَ قَدْ أُعطِيَ الثَّالِثَةَ).
Artinya : ”Sesungguhnya ketika Sulaiman bin Dawud membangun kembali Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah ’Azza Wa Jalla tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah ’Azza Wa Jalla agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukum-Nya, lalu dikabulkan; dan meminta kepada Allah ’Azza Wa Jalladianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan; serta memohon kepada Allah bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorang pun yang berkeinginan shalat di situ, kecuali agar dikeluarkan kesalahannya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya (dalam riwayat lain : Lalu Nabi Muhammad Shallallaahu ’Alaihi Wasallam bersabda : ”Ada pun yang kedua, maka telah diberikan. Dan aku berharap, yang ketiga pun dikabulkan)”. (HR. An-Nasa’i).
5) Masjid Al-Aqsha Negeri Para Nabi Utusan Allah
Para nabi utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, banyak diturunkan di kawasan Masjid Al-Aqsha Palestina dan sekitarnya. Sehingga jejak-jejak langkah kaki para Nabi utusan dalam berdakwah mengesakan AllahSubhanahu Wa Ta’ala, mengajak manusia menyembah dan memperibadati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, terukir abadi di negeri para nabi, Al-Aqsha Palestina. Hal itu juga dibuktikan dengan peninggalan sejarah Islam dengan adanya makam-makam para Nabi utusan Allah Subhananhu Wata’ala, seperti : makam Nabi Ibrahim‘Alaihis Salam, makam Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam, makam Nabi Musa ‘Alaihis Salam, makam Nabi Dawud‘Alaihis Salam, makam Nabi Yunus ‘Alaihis Salam, dan makam Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.
Bahkan pada waktu Isra Mi’raj, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengimami shalat jama’ah bersama para nabi di Masjid Al-Aqsha. Seperti tertuang dalam hadits Riwayat Muslim berikut, yang artinya :
“….. Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama’ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu’ah. Dan ada pula ‘Isa bin Maryam ‘Alaihi Salamsedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim ‘Alaihi Salam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): “Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!” Aku pun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Beberapa penjelasan tentang makna “tanah yang diberkahi sekelilingnya” sebagaimana tersebut di dalam Surah Al-Isra ayat pertama, yakni negeri Syam, termasuk di dalamnya Masjid Al-Aqsha. Keberkahan yang dimaksud, antara lain karena di Syam-lah Allah mengutus banyak Nabi dan Rasul-Nya. Syam juga menjadi tempat berlangsungnya kisah-kisah yang ditunjukkan Al-Qur’an. Para malaikat turun di sana dengan membawa wahyu, dan dengan wahyu itu para Rasul berdakwah. Di tanah Syam pula banyak nabi dikuburkan. Nabi Isa, Nabi Dawud, dan Nabi Sulaiman berdakwah di Syam.
Nabi Ibrahim dan Luth pun bermigrasi ke Syam seperti firman Allah, yang artinya : “Kami berfirman, `Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,’ mereka berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS. Al-Anbiya / 21 : 69-71).
Tanah Syam adalah negeri yang ditetapkan Allah untuk menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kekejaman Fir’aun. Syam adalah negeri tempat dikuburkannya Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, dan Musa.
Di dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari Zaid bin Tsabit Al-Anshari disebutkan, yang artinya, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Betapa diberkahinya Syam! Betapa diberkahinya Syam!’ Lalu orang-orang bertanya, ‘Bagaimana ia diberkahi wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Para malaikat membentangkan sayapnya di atas Syam, dan para nabi telah membangun Baitul Maqdis (Al Quds).” Ibnu Abbas menambahkan bahwa Rasulullah bersabda, “Dan para nabi tinggal di Syam, dan tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR. At-Tirmidzi).
6) Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat bertolaknya jama’ah Haji / Umrah
Hal ini berdasarkan hadits berikut :
مَنْ أَحْرَمَ مِنْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Barangsiapa berihram dari Baitul Maqdis Allah mengampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Ahmad dari Ummu Salamah isteri Rasulullah).
Maka, baik sekali, kalau berdasarkan hadits tentang anjuran yang sangat kuat untuk berziarah ke tiga masjid, yakni Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsha di Palestina, serta hadits di atas, jika umat Islam melaksanakan haji atau umrah plus ziarah ke Masjid Al-Aqsha. Berdasarkan nash hadits di atas, maka ziarah dulu ke Masjid Al-Aqsha, baru kemudian melaksanakan umrah/haji.
7) Masjid Al-Aqsha adalah Tanah Waqaf Milik Islam
Khalifah Umar bin Khattab telah melakukan perjalanan ziarah ke Palestina, ketika penduduk negeri itu mensyaratkan bahwa yang berhak menerima penyerahan Palestina harus Umar sendiri selalu pemimpin umat Islam (Khalifah). Pada waktu itu warga Palestina termasuk kaum Nasrani memberikan mandat kepada Khalifah Umar bahwa diri mereka, harta mereka, dan semua kepecayaan di sana, untuk dijaga dan dipelihara oleh Islam. Khalifah Umar bin Khattab membebaskan kembali Masjid Al-Aqsha tersebut pada tahun 638 M. Khalifah Umar bin Khattab kemudian membangunnya kembali dengan kayu di atas pondasi aslinya. Khalifah Umar bin Khattab mewaqafkannya untuk umat Islam, agar jangan sampai diperjualbelikan dan jatuh ke tangan orang di luar Islam.
Jauh setelah masa Khalifah Umar bin Khattab, kemudian bangunan fisik Masjid Al-Aqsha disempurnakan dengan batu permanen pada jaman Mulkan Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Pada tahun 691 M. (72 H.), Abdul Malik bin Marwan selain merehab dan merenovasi Masjid Al-Aqsha, dengan kubah berwarna kebiruan, juga mendirikan sebuah bangunan berbentuk kubah untuk melindungi batu tempat pijakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akan dimi’rajkan ke langit. Bangunan itu terletak sekitar 100 meter di sebelah utara Masjid Al-Aqsha, yang kemudian disebut dengan Kubah Ash-Shakhrah (artinya Kubah Batu), dalam bahasa Inggris disebut Dome of the Rock. Kubahnya berwarna kuning keemasan.
Masa berikutnya, adalah orang dari luar Palestina, yakni Shalahuddin Al-Ayyubi dari negeri Kurdi Iraq yang bersumpah kepada dirinya untuk tidak akan tersenyum selama hidupnya sebelum membebaskan kompleks Masjid Al-Aqsha dan kawasan sekitarnya, dari penjajahan tentara Salibis yang juga bukan haknya. Akhirnya, melalui perjuangan panjang pada tanggal 27 Rajjab 573 H. / 2 Oktober 1187 Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya dapat dibebaskan kembali dari penjajahan yang telah menguasai selama 88 tahun.
Berikutnya, Sulthan Abdul Hamid II (tahun 1876-1911 M.) dengan gigih mempertahankan Masjid Al-Asha sebagai hak waqaf umat Islam, dan tidak memberikan sejengkalpun tanah Palestina dan kompleks Masjid Al-Aqsha untuk dikuasai oleh selain umat Islam yang memang yang bukan haknya. Sentral kepemimpinan umat Islam mempertahankan tanah waqaf kompleks Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya berlangsung selama lebih kurang 1.200 tahun lamanya hingga tahun 1917 M.
8) Masjid Al-Aqsha adalah tempat yang akan dibebaskan oleh hamba-hamba-Nya
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍشَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا
Artinya : “Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (Q.S. Al-Isra / 17 : 5).
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَوَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا
Artinya : “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (Q.S. Al-Isra / 17 : 6).
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُالْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَمَرَّةٍ 
وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS Al-Isra : 7).
Di dalam hadits disebutkan :
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْقَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَحَتَّى يَأْتِيَهُمْ 
أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Artinya : “Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang kepada mereka keputusan Allah ‘Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan demikian”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah mereka?”. Beliau bersabda, “Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis”. (HR Ahmad dari Abi Umamah).
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ  وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Raslullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin berperang dengan Yahudi, maka kaum Muslimin berhasil membunuh mereka sehingga Yahudi bersembunyi di balik pohon dan batu. Lalu batu atau pohon itu berkata : Wahai Muslim.. Wahai Abdullah… ini Yahudi sembunyi di belakangku, maka segera bunuh dia, kecuali gharqad karena ia adalah dari pohon Yahudi. (H.R. Muslim).
Wallahu a’lam bish showab. (L/R1/P02).
*Penulis, Redaktur Mi’raj News Agency (MINA), Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Indonesia, Duta Internasional “Al-Quds”, Alumni Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauly Shana’a, Yaman.   

 Sumber :
Mi’raj News Agency (MINA)