Minggu, 29 November 2015

Kenapa Kita Harus Berihram Saat Umroh & Haji ?

Kenapa Kita Harus Berihram Saat Umroh & Haji ?


Rasulullah SAW pernah bersabda tentang jenis-jenis haji pada akhir zaman, “Pada akhir zaman nanti, manusia yang keluar (dari rumahnya untuk) melaksanakan ibadah haji terdiri atas empat macam (manusia). Para pejabat haji untuk berpesiar, pedagang untuk berniaga, orang miskin untuk mengemis, dan ulama untuk memperoleh kebanggaan.”
Melihat realitas muslim zaman sekarang, hadits ini ada benarnya. Sadar atau tidak, ada segelintir orang yang kurang ‘berniat’ karena Allah saat melakukan ibadah ini. Semoga kita termasuk orang-orang yang berniat pergi Haji karena Allah SWT semata. Untuk melakukan niat mendekatkan diri pada-Nya, sangat diperlukan akan pemahaman dan penghayatan akan ibadah ini. Ritual haji seperti Tawaf, Sa’I, atau memakai kain ihram tampak diluar rasional manusia. sehingga yang dibutuhkan bagi kita sebagai manusia yang lemah adalah percaya. Percaya kepada Allah, berserah diri kepada Allah, dan yakin bahwa ritual-ritual ibadah Haji memiliki pelajaran dan peringatan bagi pelakunya menuju kebenaran.
Kita selalu melihat bagaimana Ka’bah dikunjungi oleh berjuta-juta umat islam. Manusia terlihat sangat kecil di depan Ka’bah, bak sebutir pasir di padang pasir. Pernahkah kita berfikir bagaimana para jama’ah haji melakukan tawaf ditengah-tengah manusia ?. melakukan ibadah Haji bukan hanya menitikberatkan masalah ketuhanan, yaitu Allah dan kita (manusia). Namun juga memiliki makna pelajaran dan peringatan akan hidup berkemanusian yang lebih baik. Melakukan ibadah haji dengan sempurna diperlukan fisik yang sehat, mental yang lapang, dan jiwa rohani yang khusyuk hanya kepada Allah SWT. Untuk itu, sebaiknya kita mengetahui hikmah-hikmah dalam rukun haji :
  1. Hikmah Kain Ihram
Pakaian ihram berwarna putih ini memiliki makna persamaan nilai kemanusiaan yang tidak membedakan antara satu dengan yang lain. Tidak melihat latar belakang status social ekonomi yang berbeda. Oleh karena itu, kita selayaknya bersikap tenggang rasa dan sadar membutuhkan orang lain.
Pakaian melambangkan pola, status, dan perbedaan tertentu pada setiap individu. Kita seringkali menilai seseorang dari pakaiannya. Itu berarti, pakaian tidak hanya melindungi dan memperindah tubuh. Namun, juga memberi kesan kepribadian diri. Dengan mengganti pakaian ihram, memberi pengaruh psikologis membuang sifat kejam dan licik sehingga hidup semakin bahagia.
Jadi ihram sebagai tanda kesucian dan siap diri untuk melaksanakan ibadah haji. Memakai kain ihram disertai larangan-larangan yang wajib dipatuhi. Dengan begitu, hikmah yang diambil adalah kepatuhan, kepasrahan, dan kerendahan hati kepada Allah SWT sebagai sikap seorang muslim.
  1. Hikmah Tawaf
Tawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Ka’bah merupakan pusat ibadah kita. Putaran Tawaf sebanyak 7 kali merupakan cerminan rotasi bumi terhadap matahari yang menyebabkan pergantian siang dan malam hari. Dengan kita lain, kita dapat menangkap pesan waktu yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, seperti dalam firman Allah dalam surah al-‘Ashr. Ketika melakukan ritual ini, perbanyak berdzikir dan berdoa kepada Allah, dekatkan diri kepada Allah, mengoreksi perilaku yang pernah dilakukan, sehingga berusaha tidak menyia-nyiakan waktu di dunia.
antarafoto
Hikmah Tawaf lainnya adalah menumbuhkan persaudaraan dan sikap solidaritas. Ketika Tawaf, jama’ah berusaha melakukannya dengan khusyuk dan membaca puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah, berdoa, dan berusaha tidak menyakiti orang lain. Pikiran yang hanya mengingat kepada Allah membuat jama’ah merasa berjumpa dengan-Nya. Jama’ah akan bertemu dengan manusia-manusia dari berbagai Negara dan suku, tentu saja hal ini adalah sebuah pembelajaran. Tawaaf memberikan kesan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama. Jama’ah akan bertemu dengan orang paling baik atau sebaliknya bertemu dengan orang paling jahat. Namun, jama’ah harus bisa mengendalikan emosi dan nafsunya. Saat Tawaf, jama’ah akan bersimpuh dihadapan Allah dan merendah pasrah kepada-Nya, Sang Mahakaya. Untuk kesempurnaan, jama’ah sebaiknya melakukan Tawaf fisik dan hati. Kerinduan pada Rumah Allah terus berlanjut hingga jama’ah tiba di tanah air. Kerinduan untuk diundang kembali di Rumah-Nya.
Dalam Kitab Usfuriah dikisahkan bahwa ketika Allah hendak menjadikan khalifah di muka bumi, para malaikat bertanya, “akankah Engkau ciptakan makhluk yang akan merusak di sana dan mengalirkan darah ? Padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji kebesaran-Mu.” Mendengar ucapan malaikat itu, Allah murka. Dia berfirman, “Aku tahu apa yang tidak kalian ketahui.” Maka gentarlah malaikat, lalu mereka bertawaf mengelilingi ‘Arasy’ tujuh kali.
Ja’far al-Shadiq, tokoh besar dalam dunia tasawuf, berpesan kepada para jama’ah haji, “Bertawaflah dengan hatimu bersama para malaikat di sekitar Arasy, sebagaimana kamu bertawaf dengan jasadmu bersama manusia di sekitar Baitullah. Keluarlah dari kelalaianmu dan dari kegelinciranmu ketika engkau keluar ke Mina. Janganlah mengharapkan apa pun yang tidak halal dan tidak layak bagimu.”
Referensi :
Segala Hal tentang Haji dan Umroh, Erlangga
Mustofa W Hasyim dan Ahmad Munif, 1999, Cet. 3, Haji sebuah perjalanan Air Mata, Yogjakarta: Yayasan Bentang Budaya
Jonih Rahmat, 2012, Cet. 3, Malaikat Cinta, Jakarta: PT. Gramedia
DR. M. Dien majid, 2008, Berhaji di Masa Kolonial, Jakarta : CV. Sejahtera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar